Nam-ku

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku ingat, perjalanan di dalam kereta api dari Sydney ke Tamworth, di awal tahun 2000, yang tadinya kupikir bakal menyenangkan, ternyata jadi membuat BT, waktu di Hornsby (daerah pinggiran Sydney) kursi yang semula kosong di sebelahku terisi. Biasanya aku tidak masalah mau duduk dengan siapa saja. Apalagi kalau dia cakap, perjalanan jadi terasa sekejap karena sambil mengobrol atau pura-pura tidur, aku bisa menikmati "barang bagus". Rejeki kan? Yang ini, jauh.. Bukannya aku memilih-milih. Kan sudah kubilang, aku tidak ada masalah dengan siapa aku duduk. Cuma, yang ini reseh sekali. Sesudah mengerti kalau aku dari Indonesia, wuih.. tidak berhenti-henti dia bicara tentang Indonesia. Yang bikin aku BT lagi, tidak ada secuil pun hal tentang Indonesia yang baik di mata dia. Jajmen-jajmen dia tidak ada yang mutu, kupikir. Bayangkan saja, ke Indonesia saja dia belum pernah. Eeh, siapa kamu. Makanya kupikir lebih baik mencari kegiatan lain untuk menghindar dari dia, kalau tidak bakal miserebel deh 5 jam perjalananku. Makanya, sesudah bilang excuse me, aku beranjak. Aku bilang mau jalan-jalan, sekalian mau ke buffet car, makan siang. Duduk di samping dia bikin perutku tambah keroncongan, rasanya.

Di sini deh, awalnya aku bertemu Nam-ku (waktu itu dia belum jadi milikku, tentu). Begitu memasuki ruang buffet, secara naluriah tanpa bisa ditolak, mataku menangkap satu sosok yang menarik perhatianku. Ha ha.. itu kan alami, tapi aku tidak mau ada orang yang lihat kemana pandangan mataku yang masih normal ini. Aku langsung pesan makanan, terus cari tempat duduk. Ternyata hanya ada dua tempat duduk yang masih kosong. Yang satu di depan dia, yang satu lagi di depan ibu-ibu. Sekali lagi, bukannya aku anti ibu-ibu, ibuku kan juga ibu-ibu, tetapi dalam posisiku, aku berhak memilih dong.

"Of course," jawab dia waktu aku minta ijin duduk di depan dia. Ngapain juga mesti minta ijin. Kan itu tempat umum, pikirku mengkritik diri sendiri. Peduli. Supaya bisa ngobrol-ngobrol kan harus ada yang mulai. Begitulah, akhirnya aku berhasil. Kami mengobrol sambil makan. Asyik sekali. Apalagi siapa sih, yang tidak betah ngobrol dengan orang cakap macam dia. Apalagi senyumnya itu, manis sekali. Sungguh. Namanya Nam. Nam Nguyen. tidak perlu dijelaskan lah dia dari mana. Dia mahasiswa komunikasi di Sydney University. Dia bilang, dia ke Tamworth mau lihat-lihat festival musik country Australia. Ups, aku tidak mengerti kalau ada festival musik country di sana. Aku kan cuma mau mengunjungi saudara yang kebetulan sudah menetap di negeri Kangguru ini. Waktu aku tanya apakah dia itu musisi atau bukan, dia bilang bukan. Dia hanya suka musik saja. Dan waktu kutanya lagi dia mau tinggal di mana selama di Tamworth, dia bilang dia bawa tenda, mau camping, sendiri. Asyik sekali kalau aku diajak, aku bayang-bayangi sendiri.

Sesampai di Tamworth, hatiku bersorak waktu dia mengajak aku main di tendanya juga dan lihat-lihat festival sama-sama. Langsung saja kuiyakan. Lalu kami bertukar nomor mobile phone, dan berpisah. Untuk berjumpa lagi, for sure.

Aku sebenarnya suka musik sekali. Tetapi, lihat-lihat festival musik dengan Nam, yang lebih banyak kuperhatikan malah dia. Tanpa dia sadar, dong. Aku ingin mengerti, dia itu masuk blok mana, siapa tahu satu blok sama aku. Sedikit kesimpulan bisa kuambil, ha ha.. Karena mata dia tidak pernah berhenti kalau ada cewek. Malah kalau ada cowok yang lumayan, aku bisa lihat, mata dia akan mengeksplorasinya. Secepat kilat, tentu. Tapi aku bisa lihat, jadi kupikir, mungkin juga. Malam itu kami tidak masuk ke salah satu pertunjukan besar, hanya jalan-jalan sambil melihat pengamen-pengamen yang bertebaran di mana-mana. Juga beli beberapa suvenir dari sana. Aku beli T-shirt dengan tulisan "I love you as much as I love country music". Sadis ya? Dia tidak beli apa-apa.

Capai jalan-jalan, kami ke tenda dia. Tendanya kecil tapi cukuplah diisi badan kami berdua, masih cukup lapang. Kami minum dan mengobrol. Rencanaku aku memang mau menginap di tendanya, aku sudah bilang kepada saudaraku kalau aku tidak pulang. Aku sedang senyum-senyum lihat tulisan di kaosku waktu dia bilang "Why don't you try it on?" Ide bagus, aku bilang. Lalu aku buka kaosku di depan dia, sekalian ingin lihat bagaimana reaksi dia. Aku buat lama-lama supaya aku bisa memperhatikan reaksi dia dari balik kaos (kaosku sedikit transparan). Aku tarik kaosku ke atas, sehingga mukaku tertutup kaosku. Eeh, kulihat dia memperhatikan badanku yang setengah telanjang selama beberapa lama, matanya tidak berkedip.

Waktu dia sadar aku tidak juga membuka kaosku, dia bertanya,
"What's up?"
"Tidak apa-apa, aku sedang memperhatikan kamu," jawabku, lalu dia tergagap. "Kamu suka, kan?" aku tanya lagi.
Dia tidak menjawab, hanya bilang,
"You've got me!"
Kubuka kaosku dan kuperhatikan dia. Matanya menatapku juga. Tak terasa kami saling mendekat sambil terus saling menatap. Sebentar saja, wajahnya dekat sekali dari wajahku sampai kurasakan nafasnya di bibirku. Posisi kami setengah berdiri waktu itu, kan di dalam tenda. Kusentuhkan bibirku ke bibirnya (well, aku tidak tahu siapa yang menyentuhkan bibir, yang kutahu, bibirku sudah menyentuh bibirnya), dan saling mencium. Mula-mula pelan-pelan, lembut sekali, tetapi dalam beberapa detik saja, lidahku sudah bermain-main di dalam mulitnya. Dia sedot-sedot lidahku sambil tangannya tidak henti-hentinya mengusap punggungku. Kami benar-benar sudah tidak ingat lagi dimana kami. Tanganku melepaskan kaosnya pula, sampai dia juga setengah telanjang.

Aku terangsang sekali kalau melihat puting cowok. Langsung saja dua puting, warnanya merah jambu kehitaman sedikit, itu langsung menjadi sasaran ciumanku. Kuciumi yang kiri lalu yang kanan dengan lembut. Begitu tersentuh oleh bibirku, dia tercekat dan langsung mengerang keenakan. Dia suka sekali, aku tahu itu. Tangannya pun tidak mau ketinggalan. Dipelintirnya puting dadaku dua-duanya mengirimkan rasa nikmat yang tidak terkira. Memang, putingku ini salah satu bagian yang bisa mambuat aku gila kalau dimainkan. Aku pun mendesah-desah dan mengerang-erang kenikmatan. Aku jadi berbuat lebih jauh lagi. Kusedot-sedot, kuhisap-hisap, dan kumainkan putingnya yang kanan dengan gigiku sambil puting yang kiri kupelintir-pelintir dengan telunjuk dan ibu jari kiriku. Dia mengerang-erang membuat aku semakin bersemangat. Aku tidak takut ada orang yang mendengar desah nafas kami, toh di luar juga bising. Kira-kira lima menit mungkin, aku mainkan putingnya, sampai dia benar-benar terengah-engah.

Bibirku turun dari dadanya ke perutnya, terus ke bawah sampai bagian yang tertutup celananya. Dia hanya mengenakan celana pendek, musim panas kan! Tanganku langsung melepas kancing celananya melepas celananya. Indah sekali. Aku tidak percaya aku sampai ke sini juga. Meskipun dia masih pakai celana dalam, aku bisa melihat batangnya sudah tegang. Kepalanya bisa kulihat dengan jelas menyembul basah karena cairannya sudah mulai keluar. Aku benar-benar lupa diri. Kujilati celana dalamnya sampai basah sehingga bentuk kemaluannya benar-benar tercetak di sana. Tidak puas, langsung kupelorotkan celana dalamnya. God! Benar-benar indah dan merangsang. Panjangnya kira-kira 15 centimeter dengan diameter mungkin 3 atau 3,5 cm. Kepalanya yang kemerahan lebih besar, besar sekali daripada batangnya. Rambut-rambut di sekitar pangkal kemaluannya lebat sekali membuatku semakin gila.

Kusuruh dia telentang, dia menurut saja. Langsung saja objek favoritku itu kucium-cium. Rambut di sekitar kemaluannya kujilat-jilat sampai berkilat-kilat karena basah oleh air ludahku sambil tanganku naik turun di dada dan perutnya, dan sekali-kali memencet puting-puting susunya. Dia benar-benar pasrah, tidak melakukan apa-apa hanya mendesah-desah sambil sekali-kali menyebut namaku. Sesudah puas, kepala kemaluannya kukecup-kecup, kujilati cairan senggamanya yang sudah menyebar di sekitar kepala kemaluannya turun ke batangnya. Enak sekali. Ketika aku mau memasukkan kepala kemaluannya ke mulutku, dia bilang berhenti. Dia bangkit, dan membuka celanaku yang dari tadi kupakai. Rupanya dia suka memainkan putingku juga. Sambil tangannya mambuka resleting celanaku, bibirnya bermain-main di putingku. Sampai waktu celanaku sudah lepas pun, aku tidak mau dia berhenti memainkan, mencium, menggiggit-gigit putingku. "Jangan berhenti, jangan berhenti," desahku. Dia menurut meskipun celana dan celana dalamku sudah lepas semua. Dia menyedot-nyedot puting kiriku dan tangan kirinya memainkan puting kananku, dan tangan kanannya mengelus-elus kemaluanku yang sudah mengacung tegang dari awal, dan mengocok-ngocoknya. Enak sekali kenikmatan yang diberikannya. Aku tidak tahan sehingga kusuruh dia berhenti karena aku rasakan air maniku sudah mau menyemprot. Aku tidak mau selesai cepat-cepat.

Kami tiduran sambil saling memeluk dan bibir kami berpagutan. Tangannya tidak kemana-mana tetapi memeluk erat tubuhku. Aku pun begitu. Sesudah puas berpelukan dan berciuman begitu, dia bangkit dan langsung mulutnya menuju ke kemaluanku dan kepala kemaluanku langsung dikulumnya. Disedot-sedotnya sampai kurasakan seakan-akan lepas dari pangkalnya. Tangannya memain-mainkan bola-bola kemaluanku sambil batangku disedot-sedot. Enak sekali. Lalu dikulumnya bola-bola kemaluanku satu demi satu. Lidahnya turun ke bawah, lalu diangkatnya kakiku ke atas, sehingga lubang pantatku bisa dia jilat-jilati juga. Oh Tuhan, rasanya enak sekali. Dia menjilat-jilati lubangku, terus memasukkan lidahnya di lubangku itu. Enak sekali rasanya. Aku mengerang-erang terus tidak berhenti. Aku tidak tahan sehingga kutarik tubuhnya sehingga batangnya di depan kepalaku dan kemaluanku juga di depan mulutnya. Dengan posisi itu, kami bisa memberi kenikmatan sama-sama. Kusedot-sedot batang kemaluannya. Kumasukkan seluruhnya sampai ke pangkalnya. Dia begitu juga sambil memasukkan telunjuknya di lubangku memberi nikmat yang tidak terkira. Aku melakukan yang sama, sehingga dia pun mengerang-erang kenikmatan.

Begitu intensnya kami saling menyedot dan memainkan jari-jari di lubang kami, kami tidak tahan. Aku merasakan desakan hebat dari pangkal kemaluanku keluar memberikan rasa nikmat yang tidak tergambarkan. Maniku menyembur keluar di dalam mulutnya. Dia membiarkan saja maniku keluar di mulutnya, bahkan dia menelan semuanya. Pun sesudah tidak ada lagi yang menyembur, dia masih menyedot-nyedot kemaluanku. Tidak lama sesudah itu, dia pun menyemprotkan maninya. Seperti dia sudah menelan maniku tanpa sisa, aku pun menelan cairan kenikmatannya itu, tanpa sisa.

Sesudah itu, kami baru sadar kalau tubuh kami basah karena keringat. Aku bangkit, dan mencium bibirnya lagi. Sebelum merebahkan badanku di samping dia, kukecup dua puting susunya membuat dia merasa kegelian. Lalu aku berbaring di samping dia sambil memeluk dia. Dia begitu juga. Lalu kami berciuman lama sekali, dan beristirahat, tidur sambil saling memeluk. Malam itu, kejadian itu terulang lagi. Aku tidak tahu jam berapa, tetapi di luar sudah sepi waktu itu. Dan kami tidur lagi sambil berpelukan lagi. Kejadian yang sama terulang lagi malam berikutnya, di tempat yang sama. Tetapi kami hanya sebatas melakukan itu, kami belum memasukkan batang kemaluan kami di lubang masing-masing, karena kami sedikit kurang berani waktu itu.

Sekarang, aku dan Nam-ku sudah jalan bareng selama enam bulan, kami sudah resmi pacaran, dan hubungan cinta kami diwarnai dengan sanggama-sanggama yang lebih intens daripada malam pertama kami di tenda itu. Hal yang kami takutkan sudah kami lalui, justru menjadi hal yang istimewa buat hubungan kami. Dua bulan lagi, Nam-ku akan menyelesaikan masternya dan akan kembali ke Vietnam. Aku belum akan kembali ke Indonesia dalam waktu dekat ini. Akan sulit bagi aku dan Nam-ku, tetapi kami sudah punya rencana-rencana untuk kelanjutan cinta kami. Do'akan ya!

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Nam-ku"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald