Nafsu bukanlah cinta - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Tanggung jawabku sebagai seorang Shipping Manajer menyebabkan aku punya banyak relasi bisnis dari perusahaan perusahaan pelayaran maupun perusahaan angkutan lainnya. Namun ada satu rekanan bisnisku yang akan kuceritakan dalam kisah ini. Sebut saja Susi, begitu nama sales executive dari sebuah pelayaran di kota S, bertinggi badan kurang lebih 165 cm, dengan postur tubuh proporsional dan busung dada 36. Hidungnya mancung dan rambut hitam ikal sebahu. Perusahaannya memang bonafide, sehingga beberapa pekerjaan skala besar dapat terkirimkan dengan baik. Jujur saja dalam hati kecil ini juga kagum pada kecantikan Susi dan sebagai lelaki normal yach secara tak sengaja melihat sisi dalam pahanya saat disilangkan yang membuat seonggok daging kenyal disela-sela pahaku, "unjuk diri".

Sebagai relasi yang baik Susi terkadang mengajak lunch di luar ataupun hanya memberiku cindera mata atau selepas kerja kami nongkrong di kafe musik. Pada saat itulah Susi bertanya banyak tentang diriku dan kujawab semua dengan benar, aku memang suka berterus terang termasuk keadaan diriku yang sudah berkeluarga yang mempunyai seorang putra 2,5 tahun dan istriku sedang mengandung 8 bulan. Akhirnya aku pun tahu bahwa Susi adalah menjadi simpanan boss-nya bule asal Amerika yang bernama Richard, namun kini telah meninggalkan Indonesia karena sudah diganti oleh GM baru asal Indonesia. Mata Susi tampak menerawang jauh dan angannya terbang ke Amerika sana namun dia tersadar itu tak mungkin lagi menikmati kebersamaan mereka lagi.

Tepat liburan umum di bulan Januari lalu Susi meneleponku dan mengajak ke Batu, katanya sich dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-29 dan untuk menemaninya (biasanya Susi menghabiskan weekend di sana bersama Richard).

"Mas Sony mau nggak temenin aku ke Batu nanti di acara ultah-ku?" tanya Susi di telepon.
"Emang acaranya apaan?" selidikku.
"Ah.. udah dech pokoknya temenin aku yach, please.." rengeknya setegah memohon.
"Ini khan ultah-ku yang ke-29, please Mas Bram please.. kali ini saja!" pintanya.

Lelaki mana yang sanggup menolak kamu Sus, wajahmu yang cantik, bodi kamu punya, bibir tipis nan sensual waah segalanya deh, bathinku dalam hati. Aku tersadar saat Susi menyambung pembicaraannya lagi.
"Atau aku mesti bilang ke Mbak Santi istri Mas.." imbuhnya.
"Ngg.. nggak usah dech, oke.. oke.."
Buru-buru aku menyergahnya. Sabtu malam ini kami ngobrol berdua dengan istriku dan aku bohong padanya kalau aku besok malam harus menemani tamu Technical Advisor-ku dari Jepang termasuk mencarikan hiburan buat tamuku juga.

Sabtu pagi aku berpamitan pada istriku dan memacu Capella kesayanganku ke arah Malang, aku sendiri sekarang tinggal di Gresik. Namun sebelum itu aku menjemput Susi di rumah kontrakannya di kawasan Surabaya Barat. Selang lima menit aku pencet bel keluarlah Susi mengenakan stelan span deep marine dan atas you can see biru muda, sebuah pemandangan yang amat serasi dan indah.

Sepanjang perjalanan kami hanya ngobrol ringan soal pekerjaan dan kami bersenda gurau di antaranya. Aku tahu Susi adalah wanita yang amat kesepian, aku juga terkadang kasihan melihatnya. Meski dia sukses di kariernya tapi di lain pihak di juga butuh pendamping yang mengisi kekosongan jiwanya.

"Mas Sony, sebelumnya aku minta maaf kalo permintaanku kali ini menyita waktu untuk keluarga Mas," Susi mulai membuka pembicaraan.
"Aku sukses dalam berkarierku dan hidup mewah karena support besar company Mas Sony, khususnya Mas Pribadi dari Mas," kata Susi, (ini karena perusahaanku merupakan big customer bagi dia)."It's OK," jawabku.
"Mas Sony kali ini aku meminta kepada Mas, buatlah dua hari ini berarti buat kekosongan hidupku," pinta Susi.
"Hiburlah aku yang kesepian Mas," pinta Susi lagi.
Cihuy.. sorak aku dalam hati.

Setelah check in kami lantas menuju ke paviliun paling ujung yang mempunyai view sangat indah berpagar bukit dan taman anggrek nan segar dipandang mata. Hawa dingin ini membuatku sedikit malas untuk melakukan aktivitas dan kami menghabiskan kurang lebih satu setengah jam untuk ngobrol. Yach hitung-hitung sekaligus pendekatan kepada Susi karena selama ini hanya sebatas hubungan kerja atau formal bukan suasana privacy seperti saat ini.

Jam tiga sore badanku mulai gerah dan rasanya ingin mengajak Susi berenang di kolam air hangat di Hotel tersebut. Kami pun berenang bersama dan rasanya sungguh nikmat, hangat dan segar.
"Mas Sony masih kelihatan gagah yach," puji Susi saat aku istirahat sebentar dan duduk di tepian kolam.
"Ah Masak sich?" sahutku.
Sepintas aku menangkap gerakan bahwa matanya tertuju pada selangkanganku yang memang sudah hampir 1,5 bulan tidak pernah lagi bersarang. Meski lagi mengkerut akan tetapi dengan celana renang ketat ini pastilah menonjol testisku. Kulihat Susi sedikit menahan nafas karenanya.

Kami lantas berenang dan berenang lagi sampai badanku terasa sedikit capai. Aku lantas berhenti dan melilitkan handukku menuju ke kursi di pinggiran kolam, lalu kuteguk air mineral ukuran setengah liter itu sampai habis. Susi sendiri masih asyik berenang dan tak kusangka tubuhnya yang biasa dibalut jas kerjanya itu kelihatan ramping dan mulus sekali. Aku berdiri melakukan gerakan pelemasan kecilku sambil menikmati tubuh mulus Susi dan Susi semakin merasa aku perhatikan semakin terkesan dibuat-buat gerakannya memancing birahiku.

Aku kemudian rebahan kembali di kursi dam melemaskan ototku, Susi sebentar kemudian naik menyusulku mengambil tempat di sampingku.
"Sus.." panggilku yang aku buat-buat semesra mungkin.
"Hem.." sahut Susi yang ternyata masih menyedot orange juice dan bibirnya itu wah tidak dibayangkan dech kalau lagi menghisap punyaku ini.
Dan perlahan namun pasti penisku mengeras menyembul di bawah belitan handukku, lalu aku sedikit naikkan pinggulku agar Susi juga dapat menikmati apa yang ia inginkan sesaat lagi.
"Ada apa Mas..?" tanya Susi sedikit serius namun matanya melirik ke arah penisku yang sudah setengah mengeras.
"Enggak, cuman aku melihat hari ini kamu lebih seksi," rayuku.
"Emm.. gimana yach kalo si kekar dan si seksi bersatu yach.." tanya Susi mengerlingkan mata kirinya.
"Pengin tau jawabnya? Hayo kita ke markas," ajakku seraya membimbingnya berdiri.

Kami lantas berjalan bergandengan menuju paviliun kami menginap.
"Emh belum-belum khok udah loyo," ejekku kepada Susi dan berlari kecil meninggalkannya.
"Eh sialaan.." teriak Susi lalu mengejarku yang berlari ke arah Paviliun itu.
"Mas Sony, gandeng doong.." rengek Susi manja disela-sela nafasnya yang terengah-engah.
Kami pun bergandengan mesra bak orang pacaran dan semua terjadi spontan. Aku tak ingat lagi istri dan anakku di rumah saat ini, yang kuinginkan hanyalah kenikmatan dan kehangatan tubuh Susi untuk melampiaskan libidoku.

Kami memasuki paviliun itu dan duduk di sofa besar menghadap ke arah bukit indah. Matahari serasa mengintip kami dari balik bukit itu dan enggan menutup tirai hari ini dan dilain pihak kami sudah ingin segera menikmati malam indah nanti. Kami duduk berdampingan menikmati alunan musik lembut dan pemandangan yang mempesona di bukit sana.
"Lis, aku sebenarnya.. sedikit.. emmhh.." kataku ragu.
"Mas Sony, aku adalah wanita normal dan punya hasrat seks akan tetapi Mas Sony jangan khawatir padaku, aku nggak bakal minta macam-macam dari Mas Sony dan kita hanya bersenang-senang saja, just fun," kata Susi semakin memantapkan rasa hatiku.
"Lagian nggak mungkin karena aku tahu Mas Sony punya keluarga yang bahagia," imbuh Susi.
"Bukankah istri Mas juga tidak boleh melayani lagi karena bahaya bagi usia kandungannya," bela Susi seraya melingkarkan kedua lengan rampingnya ke leherku.

Aku kemudian mendekap Susi, terasa hangat dan lembut tubuh indah ini lalu kudekatkan wajahku ke arah wajahnya. Kami bertatapan cukup lama dan penuh arti, kulihat dari tatapan matanya Susi sudah betul-betul horny demikian pula aku yang sudah 2 bulan lalu tidak mengasah batang pejal kebangganku. Sekejap bibir kami mulai menyatu dalam alunan kemesraan berselimut hasrat bergelora. Ujung lidah kami bergantian menggelitik rongga mulut kami masing-masing.
"Mass.. oohh puaskan aku yach sayang," rengek Susi di sela-sela desah nafasnya yang memburu deras.
"Segera sayang, saatnya sebentar lagi tiba. Aku akan membawamu ke langit tujuh," bisikku sambil melepas satu persatu kain di tubuhnya.

Udara dingin yang bersentuhan langsung dengan pori-pori Susi menambah sensasi dan rindu akan sentuhan dan juga rabaan-rabaan maupun jilatan sekujur tubuhnya. Kali ini aku akan memperlakukannya bak seorang putri maka akan berbahagialah Susi dalam dua hari ini. Setelah memakaikan dia sleeping jas, aku kemudian mengajaknya berdiri di dekat jendela menikmati senja nan indah dan syahdu ini, aku mendekapnya dari belakang dan belakang telinganya mulai kusentuh dengan ujung lidahku.

"Mass.. oogghh.." Susi hanya bisa mendesah dan mengesek kedua pahanya.
"Sudah Berapa lama Say.." bisikku di sela-sela permainanku di belakang telinga dan tengkuknya.
"Tiga bull.. aa.. aahh.. gellii," pekik Susi sambil membalikkan tubuhnya menghadapku.
Wajah penuh gairah itu mendongak ke arahku dan kulumat bibirnya sementara tanganku mulai menanggalkan semua yaang tersisa di tubuhnya.
"Masshh.. oogghh.. mmpphh," Susi menceracau sambil melucuti pakaianku.
Kami sudah telanjang bulat bersama sambil berdansa seirama alunan musik hotel, tubuh kami menyatu dan saling dekap dalam kelembutan dan kehangatan birahi dan tetap berdansa dalam irama kelembutan.

Tangan Susi melingkar di tengkukku dan kulingkarkan tanganku di pinggangnya, namun kemudian kuturunkan ke arah bongkahan pantatnya dan meraba serta meremas lembut. Pada saat itulah Susi melepaskan bibirnya untuk melenguh sejenak menikmati rabaan serta sentuhanku. Penisku sedari tadi mengeras tegak itu menempel di perut Susi membuat sensasi kehangatan di antara kehangatan tubuh kami.

Bersambung . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Nafsu bukanlah cinta - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald