Balas dendam - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kurasakan kedua tangan Ali merengkuh diriku. Satu bergerak ke atas payudaraku dan yang lain melingkar di pinggangku. Dengan lembut, tangan Ali meremas buah dadaku sementara yang satunya bergerak lincah menarik ristluting sehingga blouseku merosot jatuh ke lantai. Bibir Ali mencium bibirku dengan hangat. Lidahnya menjulur mencari-cari lidahku. Kembali kurasakan tali kutangku terlepas dan jatuh mengikuti blouseku yang sudah berserakan di lantai. Buah dadaku langsung tumpah ke depan karena bebannya yang terlalu berat. Aku paling bangga dengan bentuk buah dadaku yang cukup besar, menggelantung indah. Begitu kenyal, tegak berdiri. Aku selalu rajin merawatnya.

Bibir Ali mulai turun ke arah leherku, sambil berbisik betapa indahnya bentuk payudaraku. Aku melenguh merasakan sensasi luar biasa dari rayuan mesra dan cumbuan hangat teman sekuliah suamiku ini. Bibrinya terus merambah ke bawah, mengecupi seputar buah dadaku. Aku bagai tersengast listrik kala mulutnya mulai menyedot puting susuku sambil meremas-remas buah dadaku. Tangan satunya lagi berusaha memelorotkan celana dalamku. Mataku terpejam sambil merasakan hisapan mulutnya pada putingku satu per satu. Jemari tangannya tidak tinggal diam. Bergerak lembut ke atas perut, terus turun ke selangkangan. Mengelus-elus lembut bulu-blu lebat kemaluanku. Lalu ujung jarinya mulai menyentuh kelentit yang berada di atas bibir kemaluanku. Nafasku tersengal-sengal, apalagi ia mulai merekahkan bibir kemaluanku yang sudah mulai basah.
"Ayo cepat! Aku nggak tahan lagi," pintaku dengan suara serak berharap-harap.
"Nggak perlu buru-buru. Lebih lama lebih enak," bisik Ali kembali.

Kurasakan bibir Ali bergerak turun, menciumi perutku. Lalu lidahnya terasa menjentik-jentik kelentitku sementara mulutnya mengemot seluruh kemaluanku. Aku merasakan cairan hangat mulai membasahi memekku, mengalir ke bawah. Pinggulku bergoyang liar mengikuti irama cumbuan Ali di selangkanganku. Mencari-cari kenikmatan yang begitu kudambakan sejak dahulu.
"Oohh, sekarang! Masukin cepaatt!" pekikku tak kuat menahan siksaan ini.
Kali ini Ali mau mendengarkan permintaanku. Ia bangkit berdiri sejajar denganku. Kedua kakiku di bukanya lebar-lebar. Kurasakan batang kontolnya menggesek pahaku. Pantatku mengayun ke belakang mencari-cari batangnya.
"Tenang saja. Nggak akan kemana-mana kok," kata Ali yang membuatku semakin tersiksa.

Ali menggesek-gesekkan ujung kontolnya di sepanjang bibir memekku. Sepertinya ia ingin melicinkan jalan masuk. Lalu kurasakan kepalanya ditekan dan sedikit demi sedikit mulai melesak ke dalam liangku. Aku jadi tak sabaran. Sekuat tenaga kudorong pantatku ke belakang sambil menarik pantatnya sehingga tak ayal lagi batang kontol Ali langsung terbenam seluruhnya, sampai-sampai kurasakan buah pelernya menampar buah pantatku.

Kedua tangannya mencengkeram pinggulku, menahan tubuhku sebentar dan kemudian menidurkanku di ranjang dengan posisi tengkurap, sementara pantatku terangkat ke atas. Kepala kontolnya masih terbenam dalam liangku. Ia mulai bergerak kembali. Kontolnya menusuk-nusuk, keluar masuk liangku. Bergerak cepat sekali sampai-sampai aku mulai merasakan desiran kuat dari dalam diriku. Pinggulku bergerak liar mengikuti irama gerakannya dan mencari kepuasan yang belum pernah kurasakan dari seorang lelaki.

Keliaran gerakanku membuat Ali tak sanggup menandingi dan tak mampu bertahan lebih lama lagi. Tiba-tiba saja kurasakan semburan kencang cairan hangat berkali-kali menyirami seluruh liang memekku. Ali memang tidak dapat disalahkan. Ia sudah berusaha sekuat mungkin untuk memuaskanku.

Ali langsung tergolek lemas di atas tubuhku, sementara aku berkutat sendiri dalam kekecewaan. Kemudian Ali menggulirkan tubuhnya dari atasku. Kontolnya tampak sudah lemas namun masih mengeluarkan sisa-sisa spermanya, mengalir menelusuri lembah di antara buah pantatku dan berjatuhan ke atas ranjang.
"Maafkan aku," kata Ali lesu.
"Tadinya kuberharap bisa membawamu ke puncak kenikmatan."
"Untung ada saya," tiba-tiba terdengar suara Bobi dari belakang Ali.
Aku melirik ke atas dan mataku langsung terpana ke arah selangkangannya.

Hampir-hampir aku tak percaya dengan mataku sendiri. Aku segera membalikan tubuhku hingga terlentang agar bisa memandang dengan jelas batang konotl miliknya yang luar biasa. Jarang-jarang ada lelaki yang memiliki kontol sepanjang itu, jeritku dalam hati. Dengan refleks, kedua tanganku menutupi selangkanganku. Oh tak mungkin, bisa robek liangku nantinya. Ah jangan! Jeritku dalam hati.
"Jangan dekat-dekat! Pergi sana.. nggak mungkin.. oh aku tak sanggup," pekikku panik melihat batang yang ia acungkan ke arahku.

Panjangnya sampai ke atas perut. Lingkarannya saja demikian besar, sampai-sampai tangan Bobi sendiri tidak bisa memegang seluruhnya. Kedua buah pelernya menggelantung seperti buah kelapa kecil. Moncong kepalanya nampak mengkilat, membuat batang itu tampak semakin besar. Bobi tersenyum bangga melihat diriku yang ketakutan oleh "kebesaran", miliknya.
"Kelihatannya ia takut., Al. dia nggak tahu kalau lubangnya itu elastis. Pasti muat," kata Bobi kepada Ali.
"Lagi pula aku sudah siapkan ini."
Bobi mengeluarkan sebuah tube berisi jelly pelicin dan mengusapkannya ke seluruh batang kontolnya.
"Hati-hati, Bob. Jangan sampai menyakitinya," kata Ali dengan perasaan iri melihat kejantanan temannya itu.
"Tenang saja. Kita cari jalan yang mudah, biar dia sendiri yang datang padaku," kata Bobi seraya berbaring di ranjang.

Batang kontolnya dia acungkan ke atas sambil menambah jelly hingga benar-benar licin. Benar juga, pikirku. Kalau aku di atas dapat mengontrol sesukaku. Jelly itu pasti membantu banyak, lagipula bila sakit, tinggal lepaskan saja. Dengan malu-malu, kusentuh batang itu. Kontol Bobi langsung bereaksi begitu terkena sentuhan tanganku. Telapak tanganku tak mampu memegang seluruh batangnya. Kukocok perlahan, naik turun. Nampak cairannya mulai menetes dari ujung kepalanya. Aku coba untuk menciumnya. Terasa asin namun memberikan rangsangan yang luar biasa. Aku jadi penasaran.

Kemudian aku naik ke atas ranjang dengan posisi jongkok mengangkanginya. Batang kontolnya menempel di atas perutku. Posisinya masih terlalu tinggi. Aku jadi berpikir, batang sepanjang ini mana bisa masuk. Untunglah Ali datang membantu. Ia angkat tubuhku, lalu menurunkannya ketika batang Bobi sudah tepat berada di antara liang memekku. Bobi ikut membantu dengan membuka bibir memekku lebar-lebar.

"Turunkan. Pelan-pelan..", katanya kepada Ali.
Liang memekku sudah terbuka lebar-lebar. Tubuhku turun perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit ujung kontolnya mulai melesak ke dalam. Terasa batang mirip pemukul base ball ini dijejalkan secara paksa. Aku mencoba mengangkangkan kedua kakiku selebar-lebarnya. Aku melenguh merasa kesakitan. Tetapi nampaknya aku tak perduli dengan rasa sakit ini dan membiarkan tiang pancang itu terus terbenam.
"Aduuhh.. jangaan.. nggak bisaa!"

Ali terus menekan tubuhku ke bawah. Aku memekik kesakitan. Liang memekku serasa dibelah, dibuka lebar-lebar menyambut tusukan batang itu. Rahangku serasa kaku diaktupkan sedemikian rupa untuk mengalihkan siksaan ini. Mataku terpejam rapat-rapat. Sementara Ali terus menekan tubuhku hingga akhirnya terdengar ia tertawa senang.
"Yaa.. udah masuk semuanya," teriaknya girang sambil melepaskan tekanan tangannya paa tubuhku.

Kubuka mataku dan melirik ke bawah. Kulihat batang besar itu menancap habis. Liang memekku sepertinya sudah habis batas bukaannya. Ujung moncongnya sampai terasa ke ulu hati, memenuhi seluruh rongga rahimku. Aku yakin kedua lelaki itu pasti melihat bagaimana ekspresi wajahku ketika kulihat liang memekku disumpal benda raksasa. Tadinya aku khawatir menemukan cucuran darah akibat tusukan benda itu.

Bobi nampak terlihat santai. Kedua tangannya diletakan di belakang kepalanya seperti bantal dan tersenyum kepadaku seakan terhibur. Aku mulai terbiasa dengan keberadaan benda besar di dalam diriku, meski dengan susah payah.
"Ouhh.. oh.. oohh..", aku melenguh tak henti-hentinya setiap kali batang Bobi bergerak keluar masuk.
Tubuhku bergerak naik sampai batas kepala kontolnya. Kulihat ke bawah jauh sekali jaraknya. Aku tak bisa membayangkan berapa senti panjang kontol milik Bobi ini. Lalu tubuhku turun perlahan sampai semuanya terbenam dan begitu seterusnya dengan kecepatan semakin lama semakin cepat.
"Ayo goyang terus!" teriak Bobi dari bawah sana.

Pantatku turun naik dan bergoyang-goyang mengimbangi tusukannya. Pengalaman yang luar biasa ini memberikan kenikmatan yang lain dari pada yang lain. Rasanya aku tak mampu bertahan lebih lama lagi. Tangan Bobi meremas-remas buah dadaku dan menciuminya. Menyedot habis putingku. Aku tepaksa merebahkan tubuhku di atasnya karena lemas terus-terusan berjongkok. Kurasakan bibirnya menciumi seluruh wajah dan tubuhku. Batangnya yang keras bagai besi baja itu menggesek habis seluruh dinding liang memekku. Aku menggerinjal saking nikmatnya.

Baru kali ini aku merasakan nikmatnya bersetubuh selama 6 tahun menikah. Rasanya aku menjadi kaku oleh sensasi-sensai luar biasa yang menggerayang ke sekujur tubuhku. Mendadak semuanya menjadi kabur, aku sudah tak tahu lagi berada di mana sampai akhirnya kurasakan ledakan-ledakan beruntun dari dalam tubuhku. Oh sungguh luar biasa! Ledakan itu terus berlangsung. Aku mencapai puncak kenikmatan untuk pertama kalinya dalam bercinta. Rasanya jauh sekali bila dibandingkan dengan permainan tanganku sendiri saat bermasturbasi.

Sensasi itu semain bertambah saat tubuh Bobi mengejang. Kurasakan batangnya semakin mengeras dan membesar. Mendadak kurasakan semburan kencang cairan hangat menyirami seluruh rongga mememku. Rasanya aku bisa mencapai puncak kembali dengan sensasi ini. Dan benar saja kembali tubuhku bergetar kencang diiringi ledakan-ledakan, namun tidak sekencang sebelumnya.

Aku terkulai lemas tak berdaya. Mataku terpejam erat sambil memeluk tubuh kekar Bobi. Hatiku tak henti-hentinya memuji kejantanan lelaki ini. Benar-benar memberikan kepuasan yang luar biasa. Sambil berbaring, aku melirik ke samping melihat Ali sambil duduk di kursi mengocok kontolnya sendiri.

Aku menyuruhnya untuk mendekat kepadaku. Ali datang sambil memegang kontolnya diarahkan ke mulutku. Aku langsung menghisapnya sambil mengocok. Dua tiga kali kocokan dibarengi jilatan lidahku, Ali mencapai puncaknya dan menyemburkan cairan hangat dan kental ke seluruh wajahku. Ia pun terkulai jatuh ke atas tubuh kami.

Kami terkulai lemas bertumpukan di atas ranjang dengan wajah memperlihatkan kepuasan. Dalam hati aku berterima kasih kepada mereka berdua yang telah memberikan pengalaman baru dalam hidupku.

Ternyata masih ada kenikmatan di luar sana, pikirku dalam hati ketika sudah berada di rumah. Kulihat di samping, Numan suamiku tergolek tidur pulas, sementara aku tengah berpikir kapan lagi bisa bertemu Bobi sambil mempermainkan kartu namanya di tanganku.

E N D




Komentar

0 Komentar untuk "Balas dendam - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald