Casting film - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Jangan bilang kalau ceritanya sudah selesai, mana cerita kalian berhubungan seks dan kamu mengulum penisnya?" Toni curiga cerita Santi telah selesai melihat Santi diam.
"Kok kamu diam sih..? Dia kan belum orgasme. Mana mau dia cuma muasin kamu aja. Dia pasti ingin juga ngerasain orgasme," lanjut Toni agar Santi melanjutkan ceritanya.
"Itu kamu tahu. Kamu aja deh yang ngelanjutin," sahut Santi sambil tersenyum.
"Waduh..! Kamu ngerjain saya ya? Ya nggak mau dong..!" jawab Toni ikut tersenyum.

"Hi.. hi.. hi.. hi.. hi.." berderai tawa Santi melihat reaksi Toni. Lalu Santi menarik napas sebentar dan melanjutkan ceritanya.

"Lalu dia merebahkan badanku ke kasur. Didekatkan pinggulnya ke selangkanganku. Pahanya berada di bawah pahaku. Aku tahu dia akan memasukkan penisnya. Sesungguhnya aku tidak tahu apakah aku juga menginginkan hal itu. Terasa kepala penisnya sudah menempel di bibir vaginaku. Geli juga rasanya. Tiba-tiba aku tersentak karena rongga vaginaku terasa penuh. Tidak jelas rasanya, antara perih dan nikmat.."

"Vagina kamu memijat-mijat penisnya tidak?" tanya Toni bersemangat. Dia membayangkan nikmat yang dirasakan pacar Santi.
"Ya nggak tahu dong. Kan dia yang rasain," jawab Santi.
"Kalau yang saya rasain, vagina saya berdenyut-denyut, dan hangat sekali. Aku mencoba mendongakkan kepala melihat ke vaginaku, kemaluanku lebih menggelembung dan tebal. Kulihat juga pacarku memaju-mundurkan penisnya ke dalam vaginaku. Vaginaku akan monyong setiap dia menarik penisnya dan akan ikut masuk setiap dia menekan penisnya."

"Pacarku mendongakkan kepala dan memejamkan matanya. Peluh membasahi seluruh tubuh dan wajahnya. Makin lama rasa perih di kemaluanku makin hilang, yang tersisa hanyalah rasa nikmat yang luar biasa. Aku pun ikut menaik-turunkan pantatku berkebalikan arah dengan gerakan pacarku. Setiap permukaan vagina dan klitorisku menyentuh pangkal penisnya rasanya indah sekali.."

"Setelah itu yang kutahu aku memejamkan mataku, lalu aku merancau tak menentu. Hingga kurasakan rasa yang tadi kualami, vaginaku kembali seperti disedot-sedot. Aku berteriak dan menggigit bibirku. Rasanya lebih nikmat dari orgasme pertamaku. Tidak lama pacarku juga berteriak. Ouughh katanya," Santi tersenyum ketika dia menirukan ucapan pacarnya.

"Terasa hentakan di vaginaku. Pacarku menekan penisnya sedalam mungkin ke vaginaku, sambil badannya terhentak-hentak. Terasa tembakan sperma di ujung dalam kemaluanku sekitar 7 kali. Hangat sekali"

"Untuk berapa lama, penisnya tetap terselip di vaginaku. Sepertinya kami berdua tidak mau memisahkan kemaluan kami, kalau kata pacarku sih. Spermanya dan cairanku telah jadi lem. Ha.. ha.. ha.. Pacarku memang garing Ton," berderai tawa Santi.

"Lalu cerita aku mengulum penisnya terjadi setelah kami selesai bereng.." belum selesai Santi bicara Toni memotong ucapannya.
"Cukup.. cukup.. Aku sudah nggak kuat nih. Bagian kamu mengulum penis dipraktekin aja. Aku janji deh kamu bakal dapat peran itu."

Mata Santi langsung berbinar. Daripada mulut ini capek dipakai untuk bicara lebih baik dipakai untuk bekerja. Ternyata mulut seorang wanita bisa membantu kariernya.

"Ayo kita mulai," lanjut Toni.
"Bagaimana awal ceritanya?" Toni berdiri mendekat ke arah Santi. Celananya tidak bisa menutupi penisnya yang ereksi, sehingga terlihat tonjolan di situ.

"Kami waktu itu berenang tidak memakai baju. Jadi.." Santi berkata sambil jarinya memberi kode agar Toni membuka bajunya.
"Oh ya.. tentu saja," jawab Toni sambil membuka kancing baju lalu reitsleting celananya. Dilepas semuanya. Setelah itu celana dalamnya. Penisnya sudah penuh, keras dan tegak menunjuk ke arah Santi. Santi lalu membuka bajunya. Dilepas satu-satu seluruh kain yang melepas di badannya.

"Santi..! vaginamu tebal sekali." Toni terkejut melihat montoknya vagina Santi.
"Nggak pernah saya lihat yang seperti kamu.."
"Santi..! Enggak usah dikulum deh. Kita ngeseks aja yuk.."
"Kamu mau dong..! Aku nggak tahan melihat itumu. Sudah pengen nyelipin penis ke situ nih," kata Toni sambil mengusap-usap penisnya.

"Tentu aku setuju Ton. Dua-duanya kan jadi ngerasain nikmat."
"Sekarang kamu naik ke atas sofa," perintah Toni sambil membuang semua benda yang ada di sofa ruang kantornya.
Santi melangkah ke arah sofa. Direbahkan badannya perlahan, posisinya kini terlentang menghadap ke Toni. Pahanya dibuka mempertunjukan seluruh alat kemaluannya. Bibir vaginanya telah membuka, merekah sehingga bagian dalam dari vaginanya terlihat jelas. Merah, basah dan berdenyut. Tentu nikmat sekali merasakan pijitan otot-otot di vagina itu.

"Uoogh.." tanpa terasa mulut Toni mendesah takjub menyaksikan keindahan bukit kemaluan yang tebal itu. Belahan bibir kemaluannya yang sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal membentuk sebuah bukit kecil. Bibir luarnya masih terbuka seakan memanggil-manggil Toni untuk menikmati.

Melihat hal itu, Penis Toni semakin tegang. Dia ingin sekali memasukkan kemaluannya ke lubang vagina yang ada di depannya, merasakan jepitan dan pijitannya. Jelas sekali Toni melihat vagina itu berdenyut-denyut. "Terbayang betapa nikmatnya jika penisku bisa masuk ke situ," guman Toni dalam hatinya.

Toni mendekat dan berlutut di selangkangan Santi. Lalu tangan kirinya merekahkan bibir kemaluan Santi, sedangkan tangan kanannya mengarahkan penisnya agar arahnya tepat. Dengan lembut Toni menyelipkan penisnya ke dalam kemaluan Santi yang basah. Toni berhenti sejenak ketika kepala penisnya masuk 1/4. Dia memejamkan matanya menahan nikmatnya perasaan saat itu.

"Uughh.." ujar Toni.
Perasaan luar biasa ketika kepala penisnya menggesek bibir vagina Santi. Santi mungkin mengira batang penis itu akan dimasukkan seluruhnya, karena begitu kepala penis menyelip di antara bibir kemaluannya terlihat ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Tapi ternyata Toni menghentikan gerakannya.

"Lagi Ton, masukin lagi..!" Santi merengek ketika mengetahui Toni menahan gerakannya.
"Jangan berhenti Ton.. masukin semuanya," Santi merengek lagi karena Toni masih memejamkan mata menikmati 1/4 penisnya yang sedang diremas-remas oleh otot vagina Santi.

Toni yang memang ingin seluruh bagian penisnya menikmati pijitan tentu saja mengikuti permintaan itu, dia lalu menekan penisnya lebih dalam perlahan-lahan sampai akhirnya semuanya masuk.

"Ouugghh..!" Toni melenguh ketika pangkal penisnya menyentuh lubang kewanitaan Santi. Terasa seluruh penisnya digenggam erat oleh vagina Santi.
"Ahhkk..! Tekan Ton, tekan yang keras..!" rengek Santi sambil menggigit bibirnya.
"Kayak gini bukan?" lalu Toni menghentakkan pantatnya ke depan, sehingga mulut vagina Santi terdorong dengan keras.
"Oughh.." teriak Toni.
"Aaahhkk..! Gila Ton..! Lagi Ton..!" rintih Santi merasakan nikmat.

Toni lalu menarik penisnya, vagina Santi terlihat monyong. Setelah tertarik setengah didorongnya lagi pantatnya seperti tadi.
"Aaahkk..!" bersamaan mereka berteriak.

Toni lalu memaju-mundurkan pantatnya. Dia menarik sampai sekitar 50 persen panjangnya, lalu menekan lagi hingga masuk semuanya. Toni terus melakukan itu. Sementara itu Santi tetap merancau tidak karuan. Sedangkan Toni lebih banyak diam.

"Aahhkk.. Toni.. enaak.. hiks.. hiks.. hikss oohh.."
"Yaahh.. tusuk yang keras.. hmm.. Oughh.. yaa.. terus Ton.."
"Sshh.. sshh.. oughh.. enak Ton, terus.. terus.. tarik dorong yang keras Ton..!"
"Oougghh.. oh.. oh.. oh.. oh.." Santi terus menjerit-jerit. Vaginanya menjepit keras penis Toni.
"Ough.. terus Ton..!" Santi menggelepar-gelepar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lubang vagina Santi semakin basah, dan meremas-remas batang kemaluan Toni.
"Uhh.. hu.. hu.. huu.." terdengar suara Santi seperti merintih, menahan nikmatnya sodokan penis Toni. Santi makin membuka kakinya. Ditariknya kakinya ke atas, sehingga lututnya menyentuh dadanya. Hal ini membuat Toni makin leluasa memasukkan penisnya.

"Ton.. bentar lagi Ton.. aku mau dapat.!" teriak Santi ketika merasakan orgasmenya akan datang, rongga kewanitaannya menjadi lebih berdenyut, seperti menggigit lembut penis Toni. Santi menaikkan pantatnya agar penis Toni makin dalam mengisi vaginanya.

"Ouughh.. Ton.. hiks.. hiks.. hu.. hu.." Santi kembali merintih kenikmatan. Kedua tangannya meremas-remas pundak Toni.

Sesaat sebelum Santi mencapai orgasme. Toni tiba-tiba merenggut pantat Santi, mencengkeramnya. Dihentak-hentakkan pantatnya ke bawah lebih cepat. Hal ini membuat gesekan antara penis dan rongga vagina makin cepat. Toni terus melakukannya hingga pada hentakan terakhir ditekannya pantat lama sekali ke bawah.

Santi merasakan senjata Toni semakin besar, vagina Santi terasa semakin penuh, Toni mencapai orgasmenya.
"Ooouughh.." lenguh Toni.

Santi merasakan ada tembakan hangat di dalam ujung vaginanya. Lembut dan mesra. Semprotannya kencang sekali dan berkali-kali. Kira-kira tujuh atau delapan tembakan, badan Toni mengejang, dan lalu lemas, lunglai, jatuh ke depan, menindih Santi.

Toni lalu mencium bibir Santi.
"Terima kasih San.."
Santi mencium balik. Mereka berpagutan beberapa saat. Tubuh mereka berkeringat, basah sekali.

Setelah agak lama Toni menjauhkan bibirnya dan mencabut penisnya. Terdengar bunyi, "Plop..!" ketika kedua alat kenikmatan itu dipisahkan.

"Kamu aktris berbakat San..! kamu akan dapat peran di film itu, tapi bukan sebagai peran utama. Kamu jadi teman SMA si pemeran utama," kata Toni sambil memakai celananya.
"Lhoo..! Ton.. katamu.." belum selesai Santi bicara Toni sudah bicara.
"Aku memang bilang kamu akan dapat peran. Tapi aku tidak bilang kalau itu peran utama. Kalau tidak mau ya udah. Kalau mau peran utama, nanti tunggu film yang baru lagi, kamu casting lagi sama saya. Kita lihat kamu serius tidak menjalani kariermu."

"Sekarang kamu mau nggak peran tadi?" lanjut Toni bertanya.
"Mau dong, tapi kiraiinn.!"
"Mau nggak?" tanya Toni lagi.
"Iya.. iya.. mau..!" jawab Santi sambil memakai bajunya.

Wawancara pun selesai, Santi pergi meninggalkan ruangan dan kehidupan di kantor sang manajer berlangsung lagi seperti biasa.

TAMAT




Komentar

0 Komentar untuk "Casting film - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald